Pemikiran dari Samuel Mulya
Bagi saya, Hari Minggu terasa bukan seperti Hari Minggu jika tidak dilewatkan dengan membaca KOMPAS Minggu dan berbaring di kasur mendengarkan keroncong dari radio Wijaya. Hidup terasa nikmat, gayeng dalam istilah B. Jawa, dan seluruh kepenatan setelah sepekan bekerja terobati.
Ketika saya membaca KOMPAS, kolom Parodi dari Samuel Mulya merupakan bacaan pertama yang hampir selalu saya sikat dulu... Samuel Mulya, walaupun terkadang menulisnya vulgar, dia membukakan mata hati dan pikiran saya pada hal-hal yang ada disekitar saya tetapi tidak pernah saya perhatikan melalui parodinya... Salah satunya adalah episode yang saya simpulkan dengan judul "Memakai baju orang lain"... judul resmi di KOMPAS saya sudah lupa...
Samuel menuliskan kita sering sekali menggunakan identitas perusahaan tempat kita bekerja, ketika kita diminta identitas kita. Misalnya saja, Amir dari Bank Ding Dung (sebuah Bank International TOP dunia), bahkan membuat publik email address dengan identitas perusahaannya, amir_dingdung@yahoo.com. Jika seseorang tidak bekerja pada perusahaan-perusahaan berkelas, dia bahkan menggunakan identitas bosnya.
Saya pun memiliki pengalaman pribadi yang membuat saya teringat akan parodi Samuel Mulya ini. Suatu hari saya menulis email kepada ahli Statistik di Jawa Timur. Bapak yang baik hati ini, menjawab email saya dan mengatakan bahwa beliau sedang merencanakan untuk membuat blog tentang belajar statistik dan menjawab beberapa pertanyaan saya yang lain dengan men-cc-kan ke salah seorang anak buahnya yang lebih paham akan jawaban dari pertanyaan teknis itu. Sayapun membalas email beliau, dan mengatakan jika diperbolehkan suatu hari nanti saya ingin menyumbang tulisan di blog beliau. Kali ini saya mendapatkan jawaban dari sang anak buah, dan dia menuliskan, bahwa kalau saya mau menyumbang tulisan saya harus mendapatkan ijin dari beliau... Tentu saja saya tersenyum dengan jawaban seperti ini, si empunya blog tidak melarang saya menyumbang tulisan, tetapi si anak buah memberi saya peringatan bahwa "harus ada ijin khusus"...
Ketika kita berhadapan dengan orang-orang yang memakai baju orang lain, seringkali mereka ini lebih "kejam" daripada para bos, menunjukkan dirinya lebih "berkuasa" dari si bos dan merasa dirinya "mengetahui semua aturan" dalam perusahaan. Bahkan, kemarin saya merasa sangat jengkel dan putus saya ketika harus menghadapi seorang sekretaris yang menggunakan baju orang lain ini... Semua pertanyaan saya dijawabnya "TIDAK BISA" ... Saya seperti menghadapi tembok yang memantulkan semua bola yang saya lemparkan kembali ke diri saya sendiri.
Saya masih merasa lega dengan apa yang saya hadapi akhir-akhir ini, karena ada yang lebih dahsyat lagi daripada sekedar memakai baju perusahaan ataupun memakai baju si bos. Yang lebih dahsyat lagi adalah bila kita memakai baju "Tuhan". Bukankah seringkali kita menghakimi orang lain dengan mengatakan melakukan ini dan itu berdosa ? Merokok haram, membaca buku ini dilarang karena buku ini melanggar hukum agama dan merusak keimanan kita ! Siapa sih yang seharusnya menentukan ini dosa atau itu haram atau membaca buku S akan merusak keimanan kita ? Apakah kita tidak memakai baju "Tuhan" ketika kita mengatakan tentang hal itu ?
Samuel Mulya, memberikan kearifan tersendiri dalam tulisannya itu. Suatu saat baju itu akan usang, dan dia akan digantikan dengan baju yang baru atau dibuang. Ketika identitas yang kita gunakan itu hilang, bisakah kita berdiri sendiri sebagai seorang pribadi mandiri yang memakai baju kita sendiri ?
Rabu, 20 Agustus 2008
Sabtu, 16 Agustus 2008
Mind Without Fear
Rabindranath Tagore
Where the mind is without fear and the head is held high;
Where knowledge is free;
Where the world has not been broken up
into fragments by narrow domestic walls;
Where words come out from the depth of truth;
Where tireless striving stretches its arms towards perfection;
Where the clear stream of reason
has not lost its way into the dreary desert sand of dead habit;
Where the mind is led forward by thee into ever-widening thought and action---
Into that heaven of freedom, my Father, let my country awake.
Jumat, 01 Agustus 2008
The Brother Karamazov
Fyodor Dostoevsky
Fyodor Pavlovich, seorang ayah berumur 55 tahun, badut, hidup dengan membonceng orang lain, memiliki 3 orang anak laki-laki dari 2 perkawinan dan seorang anak haram yang dipekerjakan menjadi pelayannya, mati terbunuh. Anak tertuanya Dmitri Fyodorovich Karamazov menjadi tertuduh dari pembunuhan ini. Benarkah ?
Novel yang dibangun dengan plot yang sangat komplex, seorang ayah dan anak memperebutkan cinta Grushenka wanita yang mampu memikat hati banyak pria. Persaingan dalam memperebutkan cinta Grushenka inilah yang membawa Dmitri menjadi tertuduh utama terbunuhnya sang ayah. Dmitri, seorang yang sangat mirip dengan ayahnya, orang yang suka berhura-hura dan menghambur-hamburkan uang, namun miskin. Posisi inilah menyudutkan dirinya sebagai pembunuh, untuk mendapatkan harta dan wanita idaman sang ayah.
Pada level yang lebih dalam, novel ini menceritakan tentnag drama spiritual, perjuangan moral terhadap keyakinan, keraguan, rasional, dan kehendak bebas (free will). Setiap karakter mewakili setting ini secara unik. Ivan Karamazov, anak kedua dari perkawinan kedua, seorang yang sangat rasionalis, dan ateis. Dia merasa terganggu akan penderitaan tak masuk akal yang terjadi di dunia ini. Ivan, menyatakan:
"It's not God that I don't accept, Alyosha, only I most respectfully return him the ticket."
Sebagai counter balance dari karakter Ivan ini, Dostoevsky menampilkan pahlawannya, Alexei Karamasov. Si bungsu dalam keluarga, lain dari kedua kakaknya, Alexei hidup sebagai seorang biarawan. Namun akhirnya dia diutus oleh sang ketua biarawan untuk meninggalkan biara untuk menyelesaiakan masalah dalam kehidupan keluarganya.
Karamasov yang terakhir, tentunya adalah si anak haram, Smerdyakov, sang juru masak. Penderita epilepsi, seorang pemurung dan penyendiri. Smerdyakov mengagumi Ivan dan iapun menjadi atheis.
Satu dari keempat anak Karamasov ini adalah pembunuh, benarkah Dmitri pembunuhnya ? Semua bukti menunjuk bahwa Dmitri adalah pembunuh ayahnya, bisakah seorang pengacara top membebaskan Dmitri dari tuduhan ini ? Argumentasi apa yang dibangunnya dalam pembelaan ini ?
Satu pembelaan yang sangat berkesan buat saya ketika membaca buku ini adalah, ketika sang pengacara membawa pengunjung persidangan melihat ke masa lalu. Dia mengatakan, "Aku bertemu dengan anak ini, Dmitri, ketika dia masih bayi. Bayi yang hanya mengunakan popok itu dibiarkan berkeliaran di kebun rumahnya. Apakah seorang yang mengaku sebagai ayah, boleh dipanggil sebagai ayah, jika dia tidak pernah berperan sebagai ayah yang benar ?"
Pertanyaan ini menyadarkan kita untuk hidup menurut tuntutan yang diberikan pada setiap panggilan yang mana kita disebut, baik sebagai seorang ayah, seorang ibu, seorang paman, seorang bibi, seorang guru, ataupun yang lain.
Novel setebal lebih dari 1000 halaman ini, patut dibaca dan direnungkan... Doestoevsky, mengekplorasi keberadaan Tuhan, kebenaran alami, pentingnya memaafkan melalui aksi dari setiap karakter pada novelnya : The Brother Karamasoz... Bacalah...
Fyodor Pavlovich, seorang ayah berumur 55 tahun, badut, hidup dengan membonceng orang lain, memiliki 3 orang anak laki-laki dari 2 perkawinan dan seorang anak haram yang dipekerjakan menjadi pelayannya, mati terbunuh. Anak tertuanya Dmitri Fyodorovich Karamazov menjadi tertuduh dari pembunuhan ini. Benarkah ?
Novel yang dibangun dengan plot yang sangat komplex, seorang ayah dan anak memperebutkan cinta Grushenka wanita yang mampu memikat hati banyak pria. Persaingan dalam memperebutkan cinta Grushenka inilah yang membawa Dmitri menjadi tertuduh utama terbunuhnya sang ayah. Dmitri, seorang yang sangat mirip dengan ayahnya, orang yang suka berhura-hura dan menghambur-hamburkan uang, namun miskin. Posisi inilah menyudutkan dirinya sebagai pembunuh, untuk mendapatkan harta dan wanita idaman sang ayah.
Pada level yang lebih dalam, novel ini menceritakan tentnag drama spiritual, perjuangan moral terhadap keyakinan, keraguan, rasional, dan kehendak bebas (free will). Setiap karakter mewakili setting ini secara unik. Ivan Karamazov, anak kedua dari perkawinan kedua, seorang yang sangat rasionalis, dan ateis. Dia merasa terganggu akan penderitaan tak masuk akal yang terjadi di dunia ini. Ivan, menyatakan:
"It's not God that I don't accept, Alyosha, only I most respectfully return him the ticket."
Sebagai counter balance dari karakter Ivan ini, Dostoevsky menampilkan pahlawannya, Alexei Karamasov. Si bungsu dalam keluarga, lain dari kedua kakaknya, Alexei hidup sebagai seorang biarawan. Namun akhirnya dia diutus oleh sang ketua biarawan untuk meninggalkan biara untuk menyelesaiakan masalah dalam kehidupan keluarganya.
Karamasov yang terakhir, tentunya adalah si anak haram, Smerdyakov, sang juru masak. Penderita epilepsi, seorang pemurung dan penyendiri. Smerdyakov mengagumi Ivan dan iapun menjadi atheis.
Satu dari keempat anak Karamasov ini adalah pembunuh, benarkah Dmitri pembunuhnya ? Semua bukti menunjuk bahwa Dmitri adalah pembunuh ayahnya, bisakah seorang pengacara top membebaskan Dmitri dari tuduhan ini ? Argumentasi apa yang dibangunnya dalam pembelaan ini ?
Satu pembelaan yang sangat berkesan buat saya ketika membaca buku ini adalah, ketika sang pengacara membawa pengunjung persidangan melihat ke masa lalu. Dia mengatakan, "Aku bertemu dengan anak ini, Dmitri, ketika dia masih bayi. Bayi yang hanya mengunakan popok itu dibiarkan berkeliaran di kebun rumahnya. Apakah seorang yang mengaku sebagai ayah, boleh dipanggil sebagai ayah, jika dia tidak pernah berperan sebagai ayah yang benar ?"
Pertanyaan ini menyadarkan kita untuk hidup menurut tuntutan yang diberikan pada setiap panggilan yang mana kita disebut, baik sebagai seorang ayah, seorang ibu, seorang paman, seorang bibi, seorang guru, ataupun yang lain.
Novel setebal lebih dari 1000 halaman ini, patut dibaca dan direnungkan... Doestoevsky, mengekplorasi keberadaan Tuhan, kebenaran alami, pentingnya memaafkan melalui aksi dari setiap karakter pada novelnya : The Brother Karamasoz... Bacalah...
Langganan:
Postingan (Atom)